Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) telah kedatangan 14 emiten baru yang melantai di Bursa tahun ini. Jumlah ini masih cukup jauh dari target BEI sebanyak 66 perusahaan tercatat tahun ini.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan tahun ini BEI menargetkan total instrumen yang akan diterbitkan sebanyak 407 instrumen pada tahun 2025. Instrumen tersebut terdiri atas saham, ETF, DIRE/DINFRA, obligasi atau sukuk, EBA, EBA Syariah, hingga waran terstruktur.
“Dan tentunya pada saat ini, karena kondisi bergerak dinamis, tentu kami juga sudah melakukan review atas pencapaian dari semua instrumen tersebut,” ucap Nyoman dalam konferensi pers RUPS BEI, Rabu (25/6/2025).
Adapun berdasarkan catatan Bisnis, saat ini baru terdapat 14 perusahaan telah merampungkan initial public offering (IPO) dan mencatatkan saham di BEI dengan menghimpun dana sebesar Rp7,01 triliun. Sementara itu, pipeline IPO yang dimiliki BEI diisi oleh 20 calon emiten.
Dengan realisasi yang masih jauh dari target hingga pertengahan tahun ini, Nyoman menuturkan Bursa memiliki ruang untuk melakukan perubahan target.
“Kami melihat kondisinya bergerak dinamis, dan kami ada windows untuk melakukan revisi target pencatatan. Namun, perubahan itu terjadi dari komposisi jumlah per masing-masing instrumen,” tuturnya.
Meskipun demikian, Nyoman optimistis BEI dapat mencapai target pencatatan instrumen sebanyak 407 instrumen tercatat tahun ini. Dia bahkan berharap ada 420 instrumen bisa tercatat di pasar modal tahun ini.
“Kalau untuk komposisi [instrumen tercatat] kami akan atur sesuai dengan perkembangan yang ada,” kata dia.
Sebagai informasi, BEI mencatatkan 41 saham baru, 144 emisi efek bersifat utang dan sukuk baru, 15 saham tambahan hasil konversi Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dan 81 saham tambahan hasil konversi Waran sepanjang tahun 2024. Total penghimpunan dana atas seluruh efek tersebut mencapai Rp193 triliun.
Adapun, kontribusi penghimpunan dana yang berasal dari 41 saham baru tersebut sebesar Rp14,4 triliun. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibanding kontribusi penghimpunan dana dari emisi efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) sebesar Rp143,6 triliun.
Pelaku pasar sekaligus pendiri TanCorp Hermanto Tanoko buka suara terkait dengan perizinan IPO. Konglomerat yang juga berinvestasi pada calon perusahaan tercatat PT Merry Riana Education Tbk. (MERI) itu mengungkapkan bahwa proses persetujuan IPO saat ini sangat ketat, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
“Yang ditolak mungkin ada lebih dari 80%. Karena sebelumnya mungkin terlalu mudah, semua bisa IPO,” kata Hermanto dalam webinar Indonesia Investment Education, Selasa (24/6/2025).
Hermanto mencermati keputusan ini kemungkinan diambil OJK dan BEI karena banyak perusahaan-perusahaan yang tidak layak IPO sebelumnya, tetapi menjadi perusahaan IPO saat ini.
“Jadi sekarang benar-benar ada perubahan yang sangat ketat, super ketat. Tidak semua bisa disetujui kalau mau IPO itu,” katanya.